Thursday, August 13, 2009

INFEKSI NOSOKOMIAL

INFEKSI NOSOKOMIAL
Rata Penuh
I. BATASAN UMUM.
Infeksi nosokomial atau infeksi rumah sakit adalah infeksi yang didapat seseorang penderita selama dirawat di Rumah Sakit.

1. Suatu infeksi dikatakan didapat di Rumah Sakit apabila :
a. Pada waktu penderita mulai dirawat di Rumah Sakit tidak didapat tanda-tanda Klinik dari
infeksi tersebut.
b. Pada waktu penderita mulai dirawat di Rumah Sakit tidak sedang dalam masa inkubasi
dari infeksi tersebut.
c. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam
sejak mulai perawatan.
d. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa ( residual ) dari infeksi sebelumnya.
e. Bila saat mulai dirawat di Rumah Sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi
tersebut didapat penderita ketika dirawat di Rumah Sakit yang sama pada waktu yang lalu,
serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

CATATAN :
A. Bila tanda-tanda infeksi sudah timbul pada masa kurang dari 3 x 24 jam sejak mulai perawatan, tergantung masa inkubasi dari masing-masing jenis infeksi.
B. Untuk penderita yang setelah keluar dari Rumah Sakit kemudian timbul tanda - tanda infeksi, baru dapat digolongkan sebagai infeksi nosokomial apabila infeksi tersebut dapat dibuktikan berasal dari Rumah Sakit.
C. Tidak termasuk infeksi nosokomial ialah :
- Keracunan makanan yang tidak disebabkan oleh produk bakteri.

2. Infeksi nosokomial dapat terjadi karena adanya :
a. Infeksi Silang : yaitu infeksi yang disebabkan kuman yang didapat dari orang / penderita lain di Rumah Sakit.
b. Infeksi Lingkungan : yaitu infeksi yang disebabkan kuman yang didapat dari bahan / benda tak bernyawa di lingkungan Rumah Sakit.
c. Infeksi Sendiri : yaitu infeksi yang disebabkan kuman yang berasal dari penderita sendiri.
3. Sebagai sumber infeksi dapat berupa :
a. Benda yang bernyawa, misalnya : manusia atau binatang.
b. Benda tak bernyawa, misalnya : benda atau bahan dilingkungan kita. Dapat berupa udara, debu, cairan yang telah terkontaminasi.

II. BATASAN KHUSUS
1. Bakteremia

a. Batasan Klinik Bakteremia
1. Demam yang mencapai 38,5 C atau lebih yang bertahan selama minimal 24 jam, atau yang berulang paling sedikit 4 (empat) kali dalam 24 jam dengan. atau tanpa pemberian obat antipiretika. Suhu badan diukur secara aksiler selama 5 (lima) menit diulang tiap 3 jam.
2. Apabila penderita menunjukkan gejala sepsis dengan atau tanpa tanda-tanda renjatan (shock), suhu tubuh diukur secara oral atau rektal.

Khusus Neonatus batasan klinik bakteremia dipakai kriteria :
1. Keadaan umum menurun : menurun (no doing well), malas minum (poor feeding), hipotermia, sklerema.
2. Pembuluh darah : takikardia (lebih dari 60 /m), sirkulasi perifer jelek sampai timbul renjatan.
3. Saluran cerna : retensi lambung, hepatomegali, mencret, muntah.
4. Saluran nafas : bernafas tak teratur, sesak nafas, asnea, serangan sianosis, takipnea ( > 60/m).
5. Sistim saraf pusat : hipertoni otot, iritable, kejang, letargi.
6. Manifestasi hematologi : pucat, kuning, splenomegali, perdarahan. Dianggap klinik positif bila terdapat minimum 3 dari 6 kelompok gejala tersebut di atas.

b. Batasan Laboratorik Bakteremia.
Ditemukan kuman pada biakan darah penderita yang diambil dengan cara sebagai berikut :
1. Darah diambil dengan memakai semprit 10 cc yang kering dan steril, dimasukkan pada dua media angkut, masing-masing 5 cc dan segera kirim ke laboratorium untuk dilakukan pembiakkan.
2. Bila pengambilan contoh darah telah dilakukan tetapi pengiriman / pembiakan tidak dapat segera dikerjakan, maka contoh darah dapat disimpan dalam inkubator pada suhu 37 C, atau pada suhu ruanganselama tidak lebih dari 24 jam, sebelum dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi.

Ditemukan kuman pada biakan ujung kateter pembuluh darah.
Cara pengambilan bahan untuk biakan kuman dari kateter adalah sebagai berikut :
- Sebelum kateter pembuluh darah dilepas, dilakukan desinfeksi pada kulit disekitarnya.
- Setelah kateter dilepas, ujung kateter dipotong ( dengan menggunakan gunting steril ) sepanjang 1 cm dari ujung, bagi kateter pada pembuluh darah parifer, atau sepanjang 5 cm dari ujung, bagi kateter pada pembuluh darah sentral dan langsung dimasukkan pada media angkut.
- Syarat-syarat lain seperti pada pengambilan darah diatas.

C. Batasan Klinik Bakteremia Nosokomial.
Bakteremia digolongkan pada Bakteremia Nosokomial, apabila :
Bakteremia tersebut terjadi setelah tindakan invasif (instrumentasi) yang dilakukan di rumah sakit antara lain :
- Transfusi darah / pemberian cairan parenteral.
- Pungsi lumbal.
- Pungsi sumsum tulang
- Katerisasi buli-buli / vena
- Intubasi endotrakeal / pemasangan respirator
- Biopsi
- Tindakan bedah
- Endoskopi
- Dan lain-lain
2. Bakteremia yang baru terjadi sesudah penderita dirawat di rumah sakit se-
lama 3 x 24 jam atau lebih (lihat batasan umum 1.1. 4 s/d 5 ).
3. Khusus untuk neonatus :
a. Bila 3 hari, pada partus pertama.
b. Bila 5 hari, pada partus patologik
c. Bila didapatkan adanya port d’entree yang jelas merahnya luka bekas
infus, luka bekas tusukan jarum, luka bekas forseps, vacum dan lain-lain.
Catatan :
Diagnosis bakteremia sebaiknya didasarkan atas data klinik dan data labora-
torik (Mikrobiologi

2. Infeksi Saluran Kemih.
2.1. Batasan Klinik.
Seorang penderita dikatakan mendapat infeksi saluran kemih bila didapatkan tanda-tanda berikut ini :
A. Dewasa :
1. Keluhan Saluran Kemih.
- Nyeri pinggang
- Menggigil
- Disuria
- Nyeri suprasimfisis
2. Urine keruh (piuria)
3. Dapat disertai tanda klinik bakteremia (lihat batasan bakteremia).
B. Anak :
1. Neonatus :
- malas dan tidak mau minum.
- berat badan tidak mau naik.
- tumpah dan diare
- tanda-tanda bakteremia lain
2. Anak :
- berat badan tidak mau naik
- nyeri perut
- panas
- polakisuria
- disuria
- air kemih berbau
- enuresis

2.2. Batasan Laboratorik.
1. Piuria
Lekosit > 10 per lapangan pandang
2. Bakteriuria :
- Bila urine diambil dengan kateter : pada biakan tumbuh koloni kuman
sebanyak 10.000 atau lebih.
- Bila yang diambil urine porsi tengah : pada biakan tumbuh koloni kuman
sebanyak 100.000 atau lebih.
- Bila urine diambil dengan cara pungsi supra pubik pada biakan ditemu-
kan kuman. (tanpa syarat jumlah koloni kuman).

2.3. Infeksi Saluran Kemih Nosokomial.
Infeksi saluran kemih digolongkan pada infeksi Nosokomial apabila tanda-
tanda infeksi timbul setelah tindakan invasi / operatif pada tractus Genito
Urinarius di rumah sakit antara lain :
- Kateterisasi buli-buli.
Sistokopi, operasi endoskopi.
- Tindakan operatif pada vagina.
- Dan lain-lain.
Catatan :

A. Bakteriuria asimtomik : hanya ditemukan bakteriuria saja, tanpa disertai
adanya keluhan serta gejala lain dari saluran kemih.
B. Infeksi Saluran Kemih :
a. Klinik
b. Klinik dan Laboratorik
c. Laboratorik : piuria dan bakteriuria.
C. Pada penderita yang waktu MRS sudah dengan infeksi saluran kemih,
maka baru dianggap infeksi, bila ditemukan kuman penyebab yang berbeda dengan kuman penyebab yang ditemukan pada waktu penderita masuk Rumah Sakit.

3. Infeksi Pada Luka Operasi.
Untuk menentukan adanya infeksi nosokomial pada suatu luka operasi, di per-
lukan keterangan keadaan pra bedah dan keadaan selama operasi.
Tindakan operasi (pembedahan) dapat digolongkan :
a. Operasi bersih :
- Operasi pada keadaan pra bedah tanpa luka atau operasi melibatkan luka
yang steril dan dilakukan dengan memperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik
- Operasi yang tidak melibatkan gastrointestinal, genitourinarius, atau sistim
trakheobronkial, dimana tidak ada tanda-tanda kontaminasi dan tidak me-
nunjukkan suatu peradangan disekelilingnya.
b. Operasi bersih terkontaminasi.
- Operasi yang melibatkan ketiga sistem tersebut dimana kontaminasi dapat
terjadi tanpa terlihat, misalnya operasi pada lambung, kandung empedu,
appendiks tanpa perforasi dan genitourinarius yang tidak terinfeksi.
- Apabila dipasang drain.
c. Operasi terkontaminasi :
- Operasi pada daerah dimana pada keadaan normal didapat bakteri, mi-
salnya pengangkatan appendiks yang perforasi, eksplorasi pada ruda
paksa yang baru dan reseksi usus yang meradang.
- Pembedahan yang melibatkan daerah dengan luka 6 – 10 jam dengan
atau tanpa benda asing.
- Tindakan darurat yang mengabaikan prosedur aseptik dan antiseptik.
d. Operasi kotor beradang :
- Operasi pada jaringan yang mati, perforasi usus atau irisan pada jaringan
bersih untuk membuat drainage.
- Pembedahan yang melibatkan :
- Daerah dengan luka terbuka yang lebih dari 10 jam.
- Luka dengan tanda-tanda klinik infeksi.
- Luka dengan organ viscera.

3.1. Keadaan luka pasca bedah
Untuk menilai keadaan luka pasca bedah, dipakai batasan sebagai berikut :
a. Tidak infeksi, bila dari luka operasi sembuh perprimam.
b. Kemungkinan infeksi, bila dari luka operasi keluar cairan dan ada tanda-
tanda radang, tetapi pada pemeriksaan biakan kuman dari cairan serus ter-
sebut tidak didapatkan pertumbuhan kuman.
c. Infeksi, bila dari luka operasi keluar cairan serus dengan hasil biakan ku-
man yang positif, atau keluar pus dari luka operasi dengan atau tanpa di
buktikan oleh hasil pemeriksaan mikrobiologi.
3.2. Infeksi Nosokomial pada luka operasi.
Infeksi pada luka operasi belum tentu merupakan infeksi yang didapat di Rumah Sakit.
Infeksi pada luka operasi baru digolongkan pada infeksi Nosokomial bila keadaan pra bedah / selama pembedahan bersih atau bersih terkontaminasi (ad. 3.a atau 3.b.) dan kemudian pasca bedah terjadi infeksi pada luka operasi (ad. 3.1.a. dan atau 3.1.b.).
Catatan :
A. Abses Jahitan : yaitu bila setelah operasi pada jahitan terjadi abses dan bila
jahitan dilepas dalam 3 x 24 jam luka sembuh.
B. Kasus-kasus dengan dugaan infeksi / terkontaminasi waktu masuk Rumah
Sakit, dikategorikan dalam infeksi Nosokomial bila data memastikan,
yaitu pemeriksaan laboratorium mikrobiologi, dengan cara identifikasi
jenis kuman.
C. Pada luka operasi bersih, dapat terkena kontaminasi bakteri terutama
pada hari 4 – 6 dan bakteri masuk melalui lobang / jalan jahitan sedang
pada operasi dengan jahitan subkutikular luka segera tertutup dengan
pembentukan jaringan kologen. Sehingga setiap luka operasi di ruangan
dapat dianggap sebagai “hasil produksi” dikamar operasi.
D. Meskipun cukup banyak antibiotik baru yang ditemukan / dipasarkan,
yang melalui beberapa penelitian vivo maupaun vitro menunjukkan daya
bunuh yang tinggi tapi tetap tidak memaafkan tindakan pembedahan
yang tidak “benar” termasuk perawatan sebelum dan selama operasi.
4. Infeksi Saluran Nafas Bagian Bawah
4.1. Batasan Klinik Laboratorik.
Seorang penderita dikatakan menderita infeksi Saluran Nafas Bagian Bawah apabila didapatkan :
a. Demam 38,5 C
b. Lekositosis
c. Batuk-batuk dengan dahak purulen atau ada peningkatan produksi dahak
pada penderita yang sedang menderita penyakit baru.
d. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya ronkhi basah atau pada pe-
meriksaan fluoroskopi (sinar tembus) dada didapatkan infiltrat paru dan
disertai dengan salah satu gejala yang telah disebutkan diatas (a atau b
atau c atau dan).
4.2. Batasan Mikrobiologik
Didapatkan kuman pada pemeriksaan :
a. Dahak yang telah di screening
b. Dahak, cairan pleura, cairan cuci bronkus atau cairan yang didapat dari
aspirasi transtrakeal.
4.3. Khusus untuk anak.
4.3.1. Termasuk disini semua infeksi akut dari laring ke bawah.
Gejala-gejala :
Panas, batuk terutama bila berdahak nanah, sesak, nyeri dada di
sertai kelainan-kelainan fisik saluran pernafasan bagian bawah.
Pemeriksaan X-foto paru dan kultur dahak tidak mutlak perlu untuk
diagnosis.
Penyebab dapat virus dan bakteri.
4.3.2. Disebutkan infeksi Nosokomial bila timbul sekurang-kurangnya 3 x
24 jam sejak mulai dirawat di rumah sakit.
Banyak infeksi nosokomial disebabkan oleh hasil gram negatif,
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae dan fungus.
Untuk penyebab-penyebab tertentu perlu diteliti masa inkubasinya
sendiri-sendiri.
Catatan :
A. Semua infeksi saluran pernafasan akut yang terjadi pada neona -
tus di Ruang Bayi disebut infeksi nosokomial.
B. Super infeksi pada penderita yang masuk rumah sakit sudah
dengan infeksi saluran pernafasan hanya dapat dikatakan noso –
komial bila ditemukan kuman baru disamping kuman yang lama
dan didapatkan keadaan klinik yang berat.
4.3.3. Faktor-faktor predisposisi.
Neonatus, higieni gigi yang jelek, penyakit-penyakit yang berat,gizi buruk, lamanya dirawat di rumah sakit, anestesi umum, intubasi endotrakeal, trakeostomi, terapi inhalasi, dekompensasi kordis, terapi antibiotik, sitostatika dan kortikosteorid, penderita dengan defisiensi imunitas, over crowding.
Catatan :
A. Penyebab bertambahnya sumber infeksi di dalam ruangan :
- Adanya sitem rooming – instalasi radiologi.
- Pengunjung penderita yang berlebihan.
B. Para petugas ruangan bayi bila mulai menderita infeksi salu -
ran nafas akut dilarang masuk atau tugas du Ruang Bayi.

1 comment:

  1. Wah... pas banget sama tugasku sebagai anggota Komite KPRS (Keselamatan Pasien RS). Makasih banyak infonya.. Wan, udah nengokin blog alumni kita belon ? Alamatnya di http://fkumy.blogspot.com. Jangan lupa kasih comment ya.... Sekalian aja join jadi penulis biar diskusinya makin rame, OK....

    ReplyDelete