Sunday, December 27, 2009

EKSTRA PIRAMIDAL SINDROMA

Beberapa tenaga paramedis dan bahkan tenaga medis tidak menyadari bahwa pasien mereka mengalami ekstrapiramidal sindroma setelah meminum obat yang diberikan. Beberapa diantaranya panik dan segera mengirim pasien tersebut ke UGD rumah sakit untuk menjalani rawat inap. Parahnya, beberapa diantaranya didiagnosa stroke bahkan ada yang mengatakan mereka kesurupan.

Jika tenaga kesehatan ini teliti, maka kejadian diatas tidak perlu terjadi. Pasien mereka pertama kali berobat biasanya karena keluhan demam beberapa hari diikuti mual dan muntah. Kemudian pasien "hanya" diberi obat berupa pengobatan simptomatis saja, mereka kebanyakan hanya mengobati gejala tanpa mengobati penyebabnya karena masih belum jelas causanya. Demam diberi anti piretik dan muntah diberikan anti emetik. Beberapa saat kemudian pasien kembali dengan gejala yang aneh pada sarafnya dan beberapa didiagnosa stroke.

Gejala yang timbul dari pemberian antiemetik diantaranya adalah (berdasar pengalaman saya di UGD):
1. Lidah selalu menjulur keluar, pasien dalam keadaan sadar penuh
2. Mulut tidak simetris
3. Mata berkedip kedip terus dengan frekuensi yang sering
4. Jari jari tangan kaku sulit ditekuk atau malah bergetar terus
5. Leher terasa kesemutan dan selalu menoleh ke satu arah berulang ulang
6. Mata selalu melihat keatas atau kesamping terus menerus

Dari gejala tersebut setelah dilakukan anamnesa secara teliti, ternyata kesemuanya menuju kesatu arah yaitu telah meminum obat anti muntah beberapa jam yang lalu. Obat yang sering disebutkan adalah golongan METOCLOPRAMIDE. Mereka yang merujuk kurang memahami betul obat yang diberikan dan efek samping yang akan ditimbulkan dan cara menangani efek samping tersebut.
Beberapa pasien yang tidak tahan terhadap metocloperamide akan mengalami ekstrapiramidal sindrom.

Penanganan sederhana namun sering berhasil adalah dengan pemberian diphenhidramin. Namun pada beberapa kasus yang berat terkadang memang harus menjalani rawat inap dan harus mendapatkan diazepam.

Thursday, December 24, 2009

PNEUMONIA

Batasan pneumonia
Pneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Seseorang dikatakan menderita pneumonia jika ditemukan kriteria sebagai berikut :
1. Pada pemeriksaan ditemukan ronkhi basah atau pekak (dulness) perkusi dan salah satu keadaan berikut :
* Terjadi perubahan sifat sputum atau baru timbul sputum purulen
* Isolasi kuman positif pada biakan darah
* Isolasi kuman patogen positif pada aspirasi trakhea, sikatan bronkus atau biopsi

2. Foto thorax menunjukkan adanya filtrat, konsolidasi, kavitasi, efusi pleura batu atau progresif dan salah satu keadaan berikut
* Baru timbulnya sputum purulen, atau perubahan sifat sputum
* isolasi kuman positif pada biakan darah
* Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi thrakea
* Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas.
* Titer Igm atau IgG spesifik meningkat 4 kali lipat dalam dua kali pemeriksaan.

Friday, December 11, 2009

PENYEBAB GAGAL GINJAL

Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan klinis terhadap pasien gagal ginjal yang melalukan cuci darah ditempat kami maka penyebab gagal ginjal yang paling sering adalah :
1. penyakit ginjal primer
2. minuman keras
3. batu saluran kemih
4. dehidrasi berat
Dari data tersebut usia pasien paling muda adalah 16 tahun dan tertua 70 th. Pada pasien muda penyebabnya adalah minuman keras 70%, minuman suplemen 20% dan minuman diet 10%.
Hati hatialh menkonsumsi minuman keras, lambat laun ginjal anda akan rusak. Begitu juga minuman suplemen penambah tenaga atau suplemen pencegah ngantuk. Banyak zat yang merusak ginjal ditambahkan dalam suplemen tersebut.

Thursday, December 10, 2009

HEMODIALISA

Artikel ini sekedar informasi bagi penderita gagal ginjal kronis bahwa pelayanan unit hemodialisa di daerah kudus dan sekitarnya dapat dilayani di rumah sakit islam sunan kudus. Pasien hemodialisa berasal dari daerah kudus, pati, jepara dan demak.

Saturday, November 14, 2009

Filariasis kaki gajah

kaki gajah merupakan sebutan salah satu jenis penyakit yang disebabkan oleh terinfeksinya pembuluh getah bening manusia oleh filaria.
filaria sendiri adalah jenis cacing dari phylum nemathelminthes (nematoda).Nama lain dari cacing ini adalah wuchereria bancrofti. Penyakit ini ditularkan melalui vektor nyamuk culex.Larva cacing (microfilaria) hidup didalam lambung nyamuk culex, lalu menularkannya kepada manusia. larva yang ada didalam tubuh manusia, pada malam hari akan menuju pembuluh darah tepi, selanjutnya jika diisap oleh nyamuk, maka larva akan berpindah kenyamuk. Didalam tubuh nyamuk culex, larva sedikit tumbuh dan berkembang, selanjutnya akan berpindah ke "moncong nyamuk", jika dia menggigit manusia maka micrifilaria akan berpindah ke tubuh korbannya.
Microfilaria bersama aliran darah menuju ke pembuluh limfe atau pembuluh getah bening, selanjutnya cacing akan berkembang mingga dewasa. pertumbuhan cacing ini akan menghambat aliran pembuluh limfe sehingga mengakibatkan bendungan dan membuat kaki membesar dan bengkak karena bendungan dan kerusakan jaringan akibat pertumbuhan cacing.
cacat ini akan menetap walaupun cacing telah dieliminasi dari dalam pembuluh limfe. Sehingga cara terbaik adalah pencegahan.

Thursday, October 22, 2009

HYMEN IMPERFORATA

Istilah hymen imperforata (HI) mungkin bukan istilah asing bagi masyarakat awam. tetapi buasanya tidak disadari oleh para orang tua, apalagi pasien sendiri.
HI ini merupakan kelainan bawaan sejak lahir. Penyebab pastinya belum banyak diketahui.
Istilah HI itu sendiri adalah menggambarkan keadaan dimana hymen /selaput dara/selaput keperawanan tidak memiliki pori/lubang sedikit pun.
Hymen yang normal adalah selaput tipis yang berada di ujung canalis vaginalis/ lubang vagina yang menutupi lubang vagina tetapi masih empunyai pori/lubang kecil untuk mengeluarkan sekret vagina maupun sisa ovulasi/menstruasi. Lubang dapat terletak ditengah ataupun sisi samping lingkaran vagina.
Jika orang yang menolong persalinan (bidan/dukun dll) tidak teliti dalam memeriksa bayi yang baru lahir, maka kelainan ini baru akan muncul beberapa hari atau tahun kemudian.
Keluhan biasanya diawali dari rasa tidak enak diperut, sebah, nyeri bahkan deman tinggi. Hal ini bisa terjadi karena secret vagina yang seharusnya keluar jadi terhambat dan mengalami infeksi.
Umumnya keluhan yang paling jelas adalah mendekati usia puber. Wanita yang seharusnya sudah menstruasi tetapi belum menstuasi. atau keluhan lain yaitu kesakitan pada perut secara periodik tiap bulan yang berlangsung 3 atau 4 hari kemudian hilang. Jika tidak diatasi maka keluhan akan meningkat menjadi colik atau nyeri hebat pada perut bagian bawah, terkadang diikuti dengan retensio urine/tak bisa buuang air kecil. Hal ini terjadi pada wanita yang telah puber, dimana cairan menstruasi tidak bisa keluar dari lubang vagina karena tertutup selaput dara yang buntu. Tumpukan cairan ini menyebabkan pintu keluar air kencing tertekan sehingga pasien mengeluh tidak bisa bak atau bak menetes.
Kelainan ini tidak gawat hanya perlu ketelitian untuk mendiagnosa lebih awal sebelum terjadi keluhan.
Penanganannya juga cukup mudah, yaitu dilakukan insisi kecil pada hymen untuk memberi jalan bagi secret vagina maupun sisa ovulasi untuk keluar.

Thursday, October 15, 2009

MEKANISME PERSALINAN NORMAL

Sebanyak 96% janin adalah presentasi kepala dengan point of direction UUK bisa kiri depan, kanan depan, kanan belakang atau kiri belakang.
Dengan adanya kontraksi uterus / HIS maka terjadi :
1. serviks membuka
2. janin didorong kebawah
3. kepala turun dan masuk panggul (posisi fleksi)
4. kepala melintasi PAP tegak l;urus ---> synklitismus
bisa terjadi asinklitismus anterior atau posterior
5. sumbu kepala eksentrik kearah suboksiput karena kontraksi.
6. uterus dan tahanan dibawahnya menyebabkan kepala fleksi. Dengan fleksi, kepala masuk panggul dalam diameter yang paling kecil (diameter suboksipitobregmatika 9,2 cm)dan dengan sirkumferentia suboksipitobregmatika 32 cm terjadi penurunan kepala/descenden.
7. oleh karena tahanan diafragma pelvis maka kepala memutar kedepan---> putar paksi dalam, UUK berputar kearah depan dibawah simpisis.
8. setelah kepala didasar panggul terjadi gerakan defleksi kepala untuk dilahirkan
9. dengan adanya HIS vulva lebih membuka, kepala janin semakin tampak, perineum melebar dan menipis dan anus membuka.
10. dengan adanya hejan perut--> tampak bregma, dahi, muka dan akhirdagu--> kepala lahir. Diikuti dengan rotasi balik --> putar paksi luar
11. lahirkan bahu dalam posisi miring, lahirlah bahu depan diikuti bahu belakang
12. trokanter depan lahir lebih dulu baru yang belakang dan lahirlah anak seluruhnya.

Selanjutnya bayi lahir--> bersihkan jalan nafas--> jepit tali pusat pada jarak 5-10 cm, ikat, potong dan berikan antiseptik.
Selanjutnya masuk kala III. Plasenta akan lepas dan terjadi perdarahan
Plasenta lepas dari sentral atau dari pinggir atau kombinasi keduanya.. Berlangsung 6-15 menit
TFU 2 jari dibawah pusat.


Semaoga bermanfaat

Tuesday, October 13, 2009

INOS

AKREDITASI RUMAH SAKIT

Akreditasi rumah sakit merupakan sarana penilaian terhadap kinerja dan mutu pelayanan medis yang diberikan suatu instansi rumah sakit guna melayani pasien. Akreditasi dilakukan tiap lima tahun sekali dan dipantau rutin tiap tahun aleh tim KARS.
Bagi bebrapa rumah sakit, akreditasi merupakan momok, karena data yang diminta harus lengkap dan dibuktikan dengan pelaksanaan dilapangan.
Sertifikat akreditasi diperlukan untuk melakukan perrpanjangan surat ijin operasional rumah sakit.
Berikut ini beberapa tips untuk melancarkan proses audit akreditasi :
1. Buat program kerja tahunan secara rutin walaupun tidak semuanya dapat dilaksanakan.
2. Dokumenkan setiap rapat, undangan, notulen dan semua hal yang berkaitan dengan operasional rumah sakit.
3. Lengkapi SOP yang belum ada.
4. Buat evaluasi tahunan secara rutin.
5. Catat semua hasil kegiatan.
6. Sediakan data sesuai dengan Assasement yang diminta saja, tidak perlu membuat yang diluar assesment.
7. Khusus untuk POKJA inos, jalin kerjasama yang baik dengan unit sterilisasi, unit laundry/linen, unit sanitasi dan kebersihan lingkungan.
8. Buat kerjasama tertulis/MOU dengan dinas lingkungan hidup kabupaten tentang pembuangan limbah dan sampah
9. Buat kerjasama tertulis dengan DKK untuk pemeriksaan bakteri air dan udara serta jamur AC ruang ICU dan ruang operasi.

Monday, October 12, 2009

UNIT GAWAT DARURAT


MENGATASI TANGAN TERJEPIT GILINGAN DAGING

pernah membayangkan jari jari tangan kita masuk kedalam penggilingan daging dan terjepit? Tidak bisa ditarik keluar dan terasa nyeri sampai mau pingsan?
Kejadian mengerikan ini menjadi kenyataan pada tanggal 9 Oktober 2009 di UGD RSI "Sunan Kudus".
Jari jari tangan masuk dan terjepit didalam mesin penggilingan daging dan tak bisa ditarik keluar. Alhasil mesin dan "tangan" yang terjepit dibawa serta ke UGD. Pasien dalam kondisi kesakitan. Dalam kondisi seperti ini kiota harus tenang dan menenangkan pasien. Berikut ini cara evakuasi yang kami lakukan dan berhasil. Mungkin kelak berguna bagi rekan-rekan di unit gawat darurat lainnya.
1. Tenangkan pasien dengan motivasi yang positif.
2. Lakukan anastesi blok lokal jari-jari tangan yang terjepit dengan pehacain. Pehacain lebih berguna karena mengandung adrenalin yang akan membuat vasokonstriksi kapiler sehingga mengurangi jumlah perdarahan.
3. Berikan sedikit gliserin pada daerah yang terjepit dan coba tarik pelan sebagai percobaan. jangan melakukan tarikan paksa, karena kulit dan otot yang terjepit akan menjadi tambah luas.
4. jari 1, 2 dan 5 dapat dibebaskan.
5. jari ke 3 dan 4 terjepit kuat.
6. Ambil mesin pemotong metal di bagian teknik rumah sakit.
7. Mulai membelah bagian "AS" dari mesin penggilingan daging, dilanjutkan memotong corong gilingan.
8. Upssss. setelah 1 jam memotong metal penggilingan akhirnya jari-jari bisa dibebaskan.
9. fraktur dan vl phalank 2 dan 3 pada jari 3 dan 4
10. debridemen, rekonstruksi tulang dan hecting memakan waktu 30 menit.
11. Injeksi ATS 1500 IU, antibiotik dan analgetik oral.
12. Pesan untuk pasien dan kontrol 3 hari lagi
13. Pasien boleh pulang.

Poin terpenting pada keadaan darurat adalah bisa tenang dan menenangkan. Itu sudah sangat menolong.
Semoga bermanfat.

Tuesday, September 29, 2009

TELUR ASLI

TELUR "ASPAL"

Pernah mendengar telur palsu? beberapa waktu lalu mediamasa meributkan adanya telur palsu. Bagi orang yang terbiasa belanja telur hal ini bukan masalah, karena tekstur luarnya sudah sangat berbeda. Sukar untuk membuat yang "mirip" aslinya.
Membedakannya sangat mudah:
1. kulit telur palsu teksturnya sangat berbeda ketika dipegang, karena telur palsu terbuatdari sejenis kapur
2.telur palsu tak punya pori-pori
3. jika dipecah, telur asli memiliki cairan bening dan bagian keruh yang tidak bisa di palsu.
4. jika direbus, kulit telur palsu akan hancur.
5. kekenyalan telur berbeda
5. jika direbus agak lama, maka jika dibelah ada garis biru pada perbatasan putih dan kuning telur pada telur asli, yaitu hasil oksidasi zat besi dan belerang.
pada telur palsu tak ada garis biru ini

Wednesday, September 9, 2009

ASMA

Asma adalah suatu penyakkit yang mengenai saluran nafas dimana terjadi penyempitan saluran nafas akibat meningkatnya respon inflamasi terhadap berbagai rangsangan.
Asma dapat mengenai anak maupun dewasa, tapi penyakit ini tidak menular.
Penyebab asma yang pasti belum diketahui, tapi beberapa faktor berikut ini dapat memicu serangan asma:
1. alergen : debu, bulu, tepung sari bunga
2. polusi : asap parfum
3. infeksi saluran nafas
4. obat : aspirin, beta bloker
5. perubahan cuaca extrim
6. lingkungan kerja : pabrik cat, plastik, zat kimia
7. kegiatan jasmani yang berlebihan
8. stress

Jika asma menyerang maka akan terjadi : batuk, sesak nafas, mengi (nafas bunyi). Hal ini terjadi karena terjadi konstraksi otot saluran nafas, udema mukosa, pengeluran lendir kental dan terjadi inflamasi sehingga aliran udara pernafasan terhambat.
Tatalaksana :
1. obat pelega (reliever)
Obat ini disebut bronkodilator. sediaan ada yang hirup/inhaler, tablet, sirup dan injeksi. Jenis inhaler banyak dipakai karena nyaman, kerja cepat, aman dan efektif.
2.obat pencegah/controler
yang sering dipakai adalah kortikosteroid inhalasi, karena punya sifat anti alergi dan anti inflamasi yang merupakan faktor utama penyebab serangan asma.
Asma termasuk dalam penyakit yang diturunkan dalam keluarga.
saran
1. fisioterapi, senam asma, berenang dikolam hangat.
2. hindari alergen pencetus
3. imunoterapi atau desensitisasi
4. jangan mengucilkan penderita asma ,karena asma tidak menular.
4. jangan memakan sembarang obat
5. konsultasi kedokter anda.

Sunday, September 6, 2009

PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA

Pekerjaan sebagai sumber ekonomi keluarga harus dijalankan dengan hati-hati. Jagalah organ tubuh anda supaya tidak terjangkit penyakit akibat pekerjaan yang anda lakukan.
berikut ini adalah beberapa jenis penyakit paru paru yang diakibatkab oleh pekerjaan :
1. Silikosis : menghirup SiO2
Pada penambang batubara, timah dan seng.
Bekerja pada tempat peleburan besi
Pada penghancuran pasir

2. Asbestosis : menghirup asbes
Pada penambangan dan pengolahan asbes
Pada pabrik pembuatan ketel
Pada perusahaan pembangunan gedung

3. Penumokoniosis bauksit : menghirup aluminium oksida
Pada penambangan dan pembuatan aluminium

4. Pneumokoniosis bedak : menghirup magnesium silikat
Pekerja pabrik ban karet dan sepatu

5. Pneumokoniosis grafit : menghirup grafit
Pekerja penambangan dan pengolahan grafit

6. Siderosis : menghirup oksida besi
Pekerja peleburan besi
Pengelas listrik

7. Bisinosis : menghirup debu kapas
Pekerja pemintalan kapas

8. Pneumokoniosis berilium : menghirup berilium
Penambang dan pengolah berilium
Pekerja pada pabrik pembuatan tabung pipa radio
Pekerja peneliti tenaga atom

9. Penyakit silofiler : menghirup nitrogen oksida
Pekerja penyimpanan gandum kedap udara yang baru diisi

10. Pneumonitis alergi: petani, pengupas pohon maple, bagasosis (pekerja tebu), peternak burung merpati dll

Saturday, September 5, 2009

ASAM URAT

Asam urat merupakan produk utama dari metabolisme asam nukleat dan purin, melalui jalur umum konfersi xantin dengan xantin oksidase menjadi asam urat.
Nilai rujukan adalah 0.12-0.42 mmol/l pada pria dan 0.09-0.36 mmol/l pada wanita.Kandungan urat plasma sedikit dipenagruhi oleh pola diet dan menggambarkan keadaan stabil antara produksi endogen dan sekresi tubulus ke urina, karena normalnya urat yang difiltrasi hampir saeluruhnya di resorbsi, dan sedikit di destrukdi dalam usus.

Peningkatan
GOUT ; pada saat serangan gout kadar urat plasma mebningkat sampai 0.9 mmol/l. Diantara serangan gout kronis, urat plasma kadang dalam batas normal. Meningkatnya kadar urat plasma pada gout kronis belum banyak diketahui, biasanya dikarenakan peningkatan sintesa asam urat endogen sebagai cacat metabolik bawaan. Hal lain yang dapat meningkatkan kambuhan adalah pengurangan sekresi tubulus ginjal, alkoholisme, diet tinggi purin, hipertrigliseridemia dan obesitas.

Terapi dengan allopurinol masih menjadi pilihan karena allopurinol bekerja sebagai penghambat xantin oksidase yang berfungsi sebagai penghambat sintesa asam urat. Dalam gout asam urat dapat naik 10 kali lipat, atau 6 mmol dan natrium urat di deposit didalam jaringan sebagai tofi. Bisa terjadi kerusakan ginjal karena deposit urat terkadang dengan kalkulus. Kristal urat dapat ditemukan di cairan sinovial sendi. Pada pseudo gout cairan sinovial dapat mengandung kristal kalsium pirofosfat dihidrat.
Peningkatan urat plasma dapat terjadi pada sindroma Lesch-nyhan (defisiensi resintesa purin ke nukleotida), leukimia penyakit mieloproliferatif termasuk polisitemia, anemia pernisiosa, dan psoriasis.
Obat-obatan juga dapat meningkatkan asam urat diantaranya yaitu pengobatan hormon adrenokortokotrofik, koetokosteroid dan obat sitostatika.

Sebab-sebab pada ginjal
Kegagalan glomerulus, obstruksi,, ekalmsia, azotemia oleh lesi ginjal

Thursday, September 3, 2009

oedipus kompleks

Oedipus kompleks sering dipakai untuk menyatakan cinta seorang lelaki kepada wanita yang lebih tua.
Sebenarnya istilah ini kurang tepat, oedipus kompleks sendiri oleh simon freud adalah dipakai untuk menggambarkan episode perkembangan anak, dimana pada usia 3-5 tahun anak akan lebih merasa mencintai ibunya dari pada sang ayah.
Oedipus sendiri diambil dari bahasa yunani yaitu nama sorang anak yang tega membunuh sang ayah dan menikahi sang ibu. setelah mengetahuinya sang ibu memilih bunuh diri dan sang oedipus membutakan kedua matanya.
cinta laki-laki kepada wanita yang lebih tua adalah hal yang wajar seperti seorang wanita yang mencintai laki-laki yang lebih tua. Istilah yang dipakai untuk itu adalah elektra compleks.
Hanya saja, secara kultural dan tradsisi dibeberapa daerah masih menganggap cinta pria muda pada wanita yang lebih tua adalah hal aneh dan tabu. Padahal hal itu adalah wajar.

Bagaimana dengan Rafi ahmad dan yuni shara?
Hal itu juga wajar. Beberapa pria menganggap wanita yang lebih berumur telah memiliki kedewasaan berfikir, mapan finansial, labih bijak mengambil keputusan dan tentusaja lebih "lihai" dalam hal bercinta. Hal inilah yang mungkin membuat pria muda lebih merasa nyaman dan "enjoy".
Tak bisa dipungkiri bahwa aktivitas seksual adalah kunci keharmonisan keluarga disamping kesuksesan finansial.

Jadi...atas dasar cinta, jangan takut untuk mencintai wanita yang lebih tua.

Sunday, August 30, 2009

TETANUS

PENANGANAN PADA ANAK

Penyebabnya adalah clostridium tetani
eksotoxin = tetanolisin yg menyebabkan hemolisis eritrosit tetapi tidak berperan pada penyakit tetanus.
tetanospasmin yang sangat poten terhadap saraf.

tetanus lokal
1. kekakuan otot yang dekat dengan tempat invasi kuman.
2. nyeri terus menerus dan unyielding
3. berlangsung beberapa minggu atau bulan lalu hilang tanpa bekas.

tetanus sefalik
1. port d'entri di kepala, leher, mata, telinga
2. inkubasi 1-2 hari
3. karakteristik ; kelumpuhan saraf II, IV, VII, IX, X, DAN XII sendiri atau kombinasi
4. prognosis quo ad vitam jelek

tetanus generalisata
1. mengenai seluruh otot skelet
2. iritable, trismus, risus sardonikus, kesulitan menelan
3. kaku kuduk, opistotonus, kekakuan extremitas, kekakuan otot abdomen
4 disfagia & fotofobia
5. kejang generalisata akibat pacuan ringan = sentuhan, angin, suara, cahaya, hentakan

Tatalaksana
1. TAT HIPERIMUN GLOBULIN 3000-6000 UI atau anti toksin kuda 100.000 UI separuh im separuh iv
2. perawatan luka, debridemen, bersihkan luka, biarkan luka terbuka.
antibiotik penisilinG 100.000 ui/kgbb/6jam selama 10 hari atau tetrasiklin 25-50 mg/kgbb/hr dalam 3 dosis.

3. berantas kejang
secobarbital 6-10 mg/kgbb im tiap 2 jam
CPZ 4-12 mg pada bayi tiap 4-8 jam
Diazepam 0,1-0,2 mg/kgbb/3-6 jam iv 2- 6 minggu.

supartip
hindari rangsangan, oksigen, bebaskan jalan nafas, diet TKTP

Wednesday, August 26, 2009

MATERNAL MORTALITY

KEMATIAN MATERNAL


Definisi :

Kematian maternal adalah kematian dari setiap wanita waktu hamil, persalinan dan dalam 90 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, tanpa memperhitungkan tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan (WHO)


Angka kematian maternal adalah jumlah kematian maternal diperhitungkan terhadap 1000 atau 10.000 kelahiran hidup atau persalinan.


PENYEBAB KEMATIAN MATERNAL

  1. Sebab obstetrik langsung

Adalah kematian ibu karena akibat langsung dari penyulit pada kehamilan, persalinan dan nifas. Misalnya karena infeksi, eklamsi, perdarahan, emboli air ketuban, trauma anestesi, trauma operasi dan sebagainya.

  1. Sebab obstetrik tidak langsung

Adalah kematian ibu akibat penyakit yang timbul selama kehamilan, persalinan dan nifas. Misal anemia, penyakit kardiovaskuler, serebro vaskuler, hepatitis infeksiosa, penyakit ginjal dan lain sebagainya.

  1. Sebab bukan obstetrik

adalah kematian ibu hamil, melahirkan maupun nifas akibat kejadian-kejadian yang tidak ada hubungannya dengan proses reproduksi dan penanganannya. Misalnya karena kecelakaan, kebakaran, tenggelam, bunuh diri dan sebagainya.

  1. Sebab yang tidak jelas

Adalah kematian ibu yang tidak dapat digolongkan pada salah satu sebab yang tersebut di atas.


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMATIAN MATERNAL


  1. Faktor umum

Masih adanya perkawinan, kehamilan dan persalinan diluar kurun waktu reproduksi, terutama usia terlalu muda. Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai resiko kematian 3x lebih tinggi dari usia reproduksi sehat (20-35 th)

  1. Faktor paritas

Grandemultipara atau ibu dengan lebih dari 6 kali persalinan. Mempunyai resiko kematian 8x lebih tinggi.

  1. Faktor perawatan ante natal

Rendahnya kesadaran untuk memeriksakan kehamilan sejak bulan pertama, sehingga penyakit yang seharusnya dapat dicegah menjadi terlambat dan dating sudah dalam kondisi yang buruk.

  1. Faktor penolong

Persalinan masih banyak dibantu dukun beranak yang tidak terlatih, mereka baru minta pertolongan bidan atau dokter setelah muncul komplikasi berat yang mengancam nyawa.

  1. Faktor sarana dan fasilitas

Sarana penunjang persalinan di rumah sakit, misalnya ketersediaan darah, fasilitas anestesi, kamar operasi dan transportasi yang memadai.

  1. Faktor lainnya

Factor sosial, ekonomi, pendidikan, kepercayaan dan budaya.

  1. Faktor system rujukan

Pemerintah mengupayakan adanya bidan disetiap ibukota kabupaten, tetapi sampai sekarang belum seluruhnya terpenuhi sehingga system rujukan kurang berjalan baik.

Monday, August 24, 2009

MESRA SAAT PUASA

Puasa dan seksual

Kemesraan dan aktivitas seksual adalah kunci utama keharmonisan dalam berumah tangga. Komunikasi seksual sama pentingnya dengan komunikasi verbal sehari-hari, harus didiskusikan, harus ada kesepakatan dan membahagiakan kedua belah pihak.

Dibulan puasa ini, komunikasi seksual juga harus tetap terjaga. meskipun ada sedikit perubahan aktivitas seksual terutama pada siang hari.

Berikut ini beberapa tips menjaga keharmonisan dan komunikasi seksual selama bulan puasa :

1. Perbanyak beribadah bersama, sehingga rasa sayang tetap terjaga dan rasa rindu akan semakin menumpuk.
2. Jangan melakukan aktivitas seksual pada keadaan perut kosong, karena energi yang tersisa tidak mencukupi untuk melakukan aktivitas seksual yang prima. Lakukanlah setelah berbuka puasa.
3. Jangan melakukan hubungan seksual dalam keadaan perut kekenyangan, karena akan menimbulkan rasa tidak nyaman di perut. Biarkan makanan tercerna sekitar 2 jam.
4. Waktu yang tepat untuk melakukan hubungan seksual adalah menjelang sahur. Sekitar jam 2-3 pagi. Hal ini karena makanan dalam lambung sudah tercerna dan energi sudah pulih.
5. Mandi bersama dengan air hangat setelah aktivitas seksual merupakan hal romantis dan menyenangkan. Setelah itu laksanakan sahur bersama.
6. Menu makanan harus memenuhi unsur empat sehat-lima sempurna sehingga asupan makanan memenuhi unsur karbohidrat, protein, mineral, serat, dan multivitamin.

Selamat berpuasa dengan pasangan hidup anda!

Friday, August 21, 2009

Hiperemesis Gravidarum (HG)

Hiperemesis Gravidarum (HG)

Definisi

Mual dan muntah merupakan gejala yang wajar ditemukan pada kehamilan triwulan pertama. Biasanya mual dan muntah terjadi pada pagi hari sehingga sering dikenal dengan morning sickness. Sementara setengah dari wanita hamil mengalami morning sickness, 1,5 – 2 % mengalami hiperemesis gravidarum, suatu kondisi yang lebih serius. Hiperemesis gravidarum sendiri adalah mual dan muntah hebat dalam masa kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan, atau gangguan elektrolit sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan membahayakan janin di dalam kandungan. Pada umumnya HG terjadi pada minggu ke 6 - 12 masa kehamilan, yang dapat berlanjut sampai minggu ke 16 – 20 masa kehamilan.

Penyebab

Penyebab dari hiperemesis gravidarum belum diketahui namun diperkirakan berhubungan dengan kehamilan pertama; peningkatan hormonal pada kehamilan, terutama pada kehamilan ganda dan hamil anggur; usia di bawah 24 tahun; perubahan metabolik dalam kehamilan; alergi; dan faktor psikososial. Wanita dengan riwayat mual pada kehamilan sebelumnya dan mereka yang mengalami obesitas (kegemukan) juga mengalami peningkatan risiko HG. Faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum diantaranya adalah :
  • Level hormon ß-hCG yang tinggi. Hormon ini meningkat cepat pada triwulan pertama kehamilan dan dapat memicu bagian dari otak yang mengontrol mual dan muntah
  • Peningkatan level estrogen. Mempengaruhi bagian otak yang mengontrol mual dan muntah
  • Perubahan saluran cerna. Selama kehamilan, saluran cerna terdesak karena memberikan ruang untuk perkembangan janin. Hal ini dapat berakibat refluks asam (keluarnya asam dari lambung ke tenggorokan) dan lambung bekerja lebih lambat menyerap makanan sehingga menyebabkan mual dan muntah
  • Faktor psikologis. Stress dan kecemasan dapat memicu terjadinya morning sickness
  • Diet tinggi lemak. Risiko HG meningkat sebanyak 5 kali untuk setiap penambahan 15 g lemak jenuh setiap harinya
  • Helicobacter pylori. Penelitian melaporkan bahwa 90% kasus kehamilan dengan HG juga terinfeksi dengan bakteri ini, yang dapat menyebabkan luka pada lambung

Derajat hiperemesis gravidarum

Hiperemesis gravidarum terbagi atas beberapa derajat sesuai dengan tanda dan gejala yang dialaminya, yaitu :
  • Derajat 1

Muntah terus menerus (muntah > 3-4 kali/hari, dan mencegah dari masuknya makanan atau minuman selama 24 jam) yang menyebabkan ibu menjadi lemah, tidak ada nafsu makan, berat badan turun (2-3 kg dalam 1-2 minggu), nyeri ulu hati, nadi meningkat sampai 100x permenit, tekanan darah sistolik menurun, tekanan kulit menurun dan mata cekung

  • Derajat 2

Penderita tampak lebih lemah dan tidak peduli pada sekitarnya, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit kuning. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tekanan darah turun, pengentalan darah, urin berkurang, dan sulit BAB. Pada napas dapat tercium bau aseton

  • Derajat 3

Keadan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat, dan tekanan darah turun. Pada jabang bayi dapat terjadi ensefalopati Wernicke dengan gejala: nistagmus, penglihatan ganda, dan perubahan mental. Keadaan ini akibat kekurangan zat makanan termasuk vitamin B kompleks. Jika sampai ditemukan kuning berarti sudah ada gangguan hati

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan keton urin (air seni), serta elektrolit darah.

Tatalaksana

Tatalaksana hiperemesis gravidarum sangat beragam tergantung dari beratnya gejala yang terjadi. Tatalaksana dini dapat berpengaruh baik pada pasien. Ketika menatalaksana ibu dengan HG, pencegahan serta koreksi kekurangan nutrisi adalah prioritas utama agar ibu dan bayi tetap dalam keadaan sehat.
Pasien dapat dirawat karena mual dan muntah yang berlebihan disertai koreksi untuk gangguan elektrolit dan cairan. Pemberian nutrisi oral (melalui mulut) dapat diberikan pada pasien secara perlahan-lahan, dimulai dengan makanan cair, kemudian meningkat menjadi makanan padat dalam porsi kecil yang kaya akan karbohidrat. Saran-saran yang diberikan pada ibu yang mengalami HG adalah:
  • Menyarankan ibu hamil untuk mengubah pola makan menjadi lebih sering dengan porsi kecil
  • Menganjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dan teh hangat dan menghindari makanan berminyak serta berbau lemak
  • Jika dengan cara diatas tidak ada perbaikan maka ibu hamil tersebut diberi obat penenang, vitamin B1 dan B6, dan antimuntah
  • Perawatan di Rumah sakit bila keadaan semakin memburuk
  • Cairan infus yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein. Bila perlu ditambahkan vitamin B kompleks, vitamin C, dan kalium
  • Terapi psikologis apabila penanganan dengan pemberian obat dan nutrisi yang adekuat tidak memberikan respon

Pencegahan

Wanita yang mulai mengkonsumsi vitamin sejak kehamilan dini dapat menurunkan risiko hiperemesis gravidarum. Satu kali gejala HG muncul, maka perlu penatalaksanaan sejak dini agar tidak terjadi perburukan.

klikdokter

SAYUR BAYAM

BAYAM SEBAGAI ANTI OKSIDAN DAN PENCEGAH KANKER


Masyarakat Indonesia tentu sangat familier dengan sayuran yang satu ini. Bayam, dibedakan menjadi bayam merah dan bayam hijau. Bayam hijau dibagi dua yaitu bayam cabut/ amarantus tricolor L. (yang dijual beserta akarnya) dan bayam tahun / amarantus hybridus L.(yang dijual dalam lembaran atau potongan). Bayam yang lebih disukai adalah yang jenis cabut, karena lebih lunak teksturnya serta lebih enak.

Anti oksidan dan anti kanker

Bayam banyak mengandung vitamin, protein, karbohidrat, lemak, mineral dan serat. WHO mendaulat bayam sebagai jenis sayuran kategori excellent untuk kandungan vitamin K,A, C, B2, B6 dan folat. Kandungan vitamin B1 dan E termasuk kategori very good. Bayam juga mengandung zat besi, magnesium, mangan, kalium dan kalsium yang menurut WHO juga dalam kategori excellent. Serat bayam juga tinggi, sehingga mencegah kanker pencernaan dan mencegah sembelit.

Menurut pakar gizi Prof.DR.IR.Made Astawan, kandungan vitamin K dalam bayam sangat tinggi. Hal ini berguna untuk menghambat pembekuan darah dan juga anti oksidan. Vitamin K juga mencegah terjadinya stroke akibat pengerasan pembuluh darah oleh plak kalsium. Vitamin K juga lebih baik dari vitamin E dalam hal mencegah penuaan dini serta anti oksidan yang baik.

Vitamin K juga bertindak sebagai anti kanker. Vitamin K merupakan zat racun bagi sel kanker, tetapi aman untuk sel – sel sehat yang lain.

Vitamin A dalam bayam juga tinggi. Vitamin A berperan dalam menjaga kesehatan penglihatan, menjaga kesehatan saluran cerna, meningkatkan kekebalan tubuh, memelihara sel kulit serta mempengaruhi pertumbuhan tulang dn gigi.


Peranan zat besi dalam bayam juga penting. Zat besi merupakan komponen yang penting dalam pembentukan hemoglobin, sehingga dapat mencegah anemia untuk ibu hamil, dan melancarkan menstruasi.

Flavonoid yang terkandung dalam bayam juga mampu mencegah pertumbuhan sel kanker juga sebagai anti oksidan. Flavonoid dalam bayam berjenis p-cumaric acid dan 9-cis-carotene. Keratinoid neoxantin dalam bayam dirubah jadi neokrom yang dapat mencegah kanker prostat.

Perhatian!!

Dalam mengolah sayur bayam harus diperhatikan hal sebagai berikut :

  • bayam mengandung ferro (zat besi), jika terlalu lama kontak dengan udara akan diubah menjadi ferri (fe3) yang bersifat toxic bagi tubuhy.
  • Bayam juga mengandung nitrat dan akan berubah menjadi nitrit jika teroksidasi terlalu lama dan bersifat racun bagi tubug

Racun ferri dan nitrit ini akan bertambah banyak jika sayur bayam didiamkan atau dimasak berulang-ulang. Oleh karena itu tidak disarankan melakukan pemanasan berulang-ulang pada sayur bayam. Jangan mengkonsumsi sayur bayam yang telah dimasak lebih dari 4 jam.


dokterkita

Thursday, August 20, 2009

MAAG SEMBUH DENGAN PUASA

Puasa merupakan kewajiban bagi umat muslim. Hal ini juga berlaku pada orang yang menderita sakit maag. Beberapa penderita sakit maag justru sembuh setelah berpuasa.

Bagai mana bisa terjadi?


Sakit maag sebenarnya masuk dalam sindroma dyspepsia, yaitu rasa tidak nyaman, penuh, perih, mual, muntah bahkan nyeri yang hebat sampai ketulang belakang.

Ditinjau dari jenisnya, sakit maag dibedakan menjadi 2 yaitu maag organik dan maag non-organik. Maag organik yaitu sakit maag yang telah terjadi selama menahun/kronis dan jika dilakukan pemeriksaan endoskopi maka akan terlihat kerusakan mukosa, ulkus, polip bahkan kanker di saluran pencernaan.

Sedangkan sakit maag non-organik adalah rasa tidak nyaman diperut, perih, seperti terbakar bahkan mual muntah, tetapi jika dilakukan pemeriksaan gastroenterology / endoskopi maka tidak ditemukan kelainan sedikit pun.

Sakit maag non-organik juga dikenal sebagai dyspepsia fungsional. Penyebab utama gangguan maag fungsional terletak pada keterlambatan / ketidakteraturan pola makan, camilan yang tidak sehat, dan stress atau beban pikiran yang terlalu berat.

Pada pasien yang mengalami gangguan maag fungsional ini, pada saat puasa maka akan mengalami perbaikan gejala bahkan sembuh. Hal ini terkait dengan :

  1. berpuasa akan membuat jadwal makan (sahur dan buka puasa) akan teratur. Sehingga waktu produksi asam lambung akan sinkron dengan waktu makanan masuk kedalam lambung.
  2. Saat puasa maka rokok, minuman beralkohol, minyak, minuman bersoda lebih sedikit masuk ke saluran pencernaan karena sedang puasa.
  3. Camilan yang tidak sehat tidak dikonsumsi karena sedang puasa.
  4. Puasa akan meningkatkan rasa sabar sehingga tingkat stress akan jauh berkurang

Karena hal-hal itulah maka tak jarang penderita maag fungsional akan mengalami perbaikan gejala bahkan sembuh dari sakit maag yang dideritanya.

Pada pasien dengan maag organik memang terkadang terasa berat untuk minggu pertama, tetapi biasanya akan mengalami perbaikan gejala pada minggu kedua. Konsep penanganan pada pasien sakit maag adalah makan dalam jumlah sedikit tetapi lebih sering. Hal ini menjadi tidak mungkin karena pasien harus berpuasa selama 14 jam. Guna mengurangi gejala, maka pasien dianjurkan tetap mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengendalikan produksi asam lambung. Selain itu pada saat berbuka ataupun sahur diupayakan tidak kekenyangan dan menghindari makanan yang merangsang lambung serta memproduksi gas lambung. Dengan bantuan obat pengendali asam lambung, diharapkan pasien penderita maag akan tetap khusuk menjalankan ibadah puasanya.

Tuesday, August 18, 2009

MDR-TB

HOW TO PREVENTED AND MANAGE OF MDR-TB

INTRODUCTION
Tuberculosis (TB) is a medical, social, and economic disaster of immense magnitude that is occurring the world over.[1] Strains of Mycobacterium tuberculosis that are resistant to both isoniazid and rifampicin with or without resistance to other drugs have been termed multidrug-resistant strains. Isoniazid and rifampicin are keystone drugs in the management of TB. While resistance to either isoniazid or rifampicin may be managed with other first-line drugs, multidrug-resistant TB (MDR-TB) demands treatment with second-line drugs that have limited sterilizing capacity, and are less effective and more toxic. MDR-TB is one of the most worrisome elements of the pandemic of antibiotic resistance.[2,3]


EPIDEMIOLOGY
This is the fourth report of the WHO/IUATLD Global Project on Anti-Tuberculosis Drug
Resistance Surveillance. The three previous reports were published in 1997, 2000 and 2004 and included data from 35, 58 and 77 countries, respectively. This report includes drug susceptibility test (DST) results from 91,577 patients from 93 settings in 81 countries and 2 Special Administrative Regions (SARs) of China collected between 2002 and 2006, and representing over 35% of the global total of notified new smear-positive TB cases. It includes data from 33 countries that have never previously reported. New data are available from the following high TB burden countries: India, China, Russian Federation, Indonesia, Ethiopia, Philippines, VietNam, Tanzania, Thailand, and Myanmar. Between 1994 and 2007 a total of 138 settings in 114 countries and 2 SARs of China had reported data to the Global Project [4].

The population weighted mean of MDR-TB among all TB cases from the 114 countries and 2 SARs of China that have reported to the global project is 5.3% (95% CLs, 3.9-6.6), but ranges from 0% in some western European countries to over 35% in some countries of the former Soviet Union. In terms of proportion, the countries of the former Soviet Union are facing a serious and widespread epidemic where the population weighted average of countries reporting indicates that almost half of all TB cases are resistant to at least one drug and every fifth case of TB will have MDR-TB. MDR-TB cases in this region have more extensive resistance patterns including some of the highest proportions of XDR-TB.[4].

CAUSES OF MDR_TB
“Spigots” contributing to the problem of antituberculous drug resistance
1. Incomplete or inadequate therapy selects drug-resistant mutants of M. tuberculosis
2. Prolonged infectiousness of patients due to delayed diagnosis of MDR and to the
absence of effective therapy allows ongoing transmission of drug-resistant strains to
susceptible contacts
3. Patients sick with drug-resistant TB treated with short-course chemotherapy are less
likely to be cured, diminishing the epidemiologic effect of such treatment on
transmission
4. Patients sick with drug-resistant TB exposed to short-course chemotherapy can acquire
Further resistance through inadvertent monotherapy (“the amplifier effect”)
5. HIV co-infection can shorten the period from TB infection to disease, also leading to
Lengthier periods of infectiousness

Inadequate Treatment Adherence:
Nonadherence to prescribed treatment is often underestimated by the physician and is difficult to predict. In the West, demographic factors such as age, sex, marital status, education level, and socioeconomic status have not been found to correlate with the degree of treatment adherence. On the other hand, certain factors such as psychiatric illness, alcoholism, drug addiction, and homelessness do predict non adherence to treatment.[3] The directly observed treatment, short course (DOTS) strategy, which has been endorsed by the WHO as the only effective way to control TB, has to some extent addressed these problems.[6,7]

MANAGEMENT

Principles of Management
When MDR-TB is suspected on the basis of history or epidemiologic information, the patient’s sputum must be subjected to culture and anti-TB drug-sensitivity testing. These patients may be started on WHO category II treatment [10] (under program conditions/DOTS strategy) or the regimens employing various drugs (Table 3), such as those suggested by the American Thoracic Society, the Centers for Disease Control and Prevention (CDC), and the Infectious Diseases Society of America [9] pending sputum culture report.
Further therapy is guided by the culture and sensitivity report. These guidelines clearly mention that a single drug should never be added to a failing regimen. Furthermore, when initiating treatment, at least three previously unused drugs must be employed to which there is in vitro susceptibility.[9,10]

Need for Standard Definitions
No randomized controlled trials exist addressing the issue of the optimal management strategy for MDR-TB. As in the case with the DOTS strategy, the systematic study of the efficacy of DOTS-Plus regimens requires the standardization of definitions for MDR-TB case registration and treatment outcomes.

DOTS-Plus Strategy
DOTS is a key ingredient in the TB control strategy. In populations in which MDR-TB is endemic, the outcome of the standard short-course regimen remains uncertain.[11].
Probable reduction in level of drug-resistance after treatment outcome following DOTS implementation 10 years (1991-2000) in one-half of China’s population, were excellent and improved over time. Overall, the cure rate was 95% and 90% for new and previously treated (relapse and other retreatment) cases, respectively (Table 1). From the first to the sixth year of DOTS implementation, the cure rate for both new and previously treated cases improved, while the treatment failure rate and death rate both decreased. Roughly two-thirds of the eventual improvement in treatment outcomes took place between the first and second year of DOTS implementation. For example, the percentage of treatment failure among new cases declined from 2.8% to 0.5% over the first six to eight years of DOTS implementation, but this percentage declined from 2.8% to 1.2% during the first year alone.[12].

As a consequence, there have been calls for well-functioning DOTS programs to provide additional services in areas with high rates of MDR-TB. In order to promote the programmatic treatment of MDR-TB in low-income and middle-income countries that have adopted the DOTS strategy, the WHO and its international partners have been evolving the “DOTS-Plus for MDR-TB programs” (Table 5) since 1998.[11,13].
The WHO has also established a unique partnership known as the Green Light Committee to lower the prices of and to increase control over second-line anti-TB drugs. The DOTS-Plus strategy of identifying and treating patients with MDR-TB appears to have the
potential to be effectively implemented on a nationwide scale even in a setting with limited resources.[5].

The results from the retrospective study [14] designed to assess treatment outcomes for the first full cohort of MDR-TB patients (n _ 204), who were treated under the Latvian DOTS-Plus strategy following WHO guidelines, have been encouraging; 66% patients were cured or completed therapy, 7% died, 13% defaulted, and 14% did not respond to
treatment. Data on adverse drug reactions (ADRs) collected from five DOTS-Plus sites in Estonia,Latvia, Peru (Lima), the Philippines (Manila), and the Russian Federation (Tomsk Oblast)[15] showed that, among 818 patients enrolled for MDR-TB treatment, only 2% of patients stopped treatment and 30% required removal of the suspected drugs
from the regimen and use of alternative drugs due to ADRs. These findings indicate that ADRs are manageable in the treatment of MDR-TB even in resource-limited settings provided that standardized management strategies are followed.

Prevention of Transmission of MDR-TB
As TB poses a significant risk to health-care workers, doctors, and other patients, recommendations such as those issued by the WHO [16]65 and the CDC in Atlanta, GA,[17]66 regarding the prevention of the transmission of TB in hospitals, workplaces, and institutional settings should be implemented wherever it is feasible.


References
1 World Health Organization. Tuberculosis: the global burden; global TB fact sheet 2005.
Available at: http://www.who.int/ tb/publications/tb_global_facts_sep05_en.pdf.
Accessed December 25, 2005
2 Ormerod LP. Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB): epidemiology, prevention
and treatment. Br Med Bull 2005; 73–74:17–24
3 Sharma SK, Mohan A. Multidrug-resistant tuberculosis. Indian J Med Res 2004;
120:354–376
4.ANTI-TUBERCULOSIS DRUG RESISTANCE IN THE WORLD. Fourth Global
Report. WHO/HTM/TB/2008.394.
5.Central TB Division, Directorate General of Health Services,Ministry of Health &
Family Welfare, Government of India.Revised national tuberculosis control
programme: DOTSPlus guidelines. Available at: http://www.tbcindia.org/pdfs/DOTS-
Plus%20Guidelines.pdf. Accessed March 31, 2006.
6. Frieden TR, Munsiff SS. The DOTS strategy for controlling the global tuberculosis
epidemic. Clin Chest Med 2005;26:197–205
7. Blumberg HM, Burman WJ, Chaisson RE, et al. American Thoracic Society, Centers
for Disease Control and Prevention and the Infectious Diseases Society: American
Thoracic Society/Centers for Disease Control and Prevention/Infectious Diseases
Society of America; treatment of tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med 2003;
167:603–662.
8. Crofton J, Chaulet P, Maher D, et al. Guidelines for the management of drug-resistant
tuberculosis. Geneva, Switzerland: World Health Organization, 1997
9. Blumberg HM, Burman WJ, Chaisson RE, et al. American Thoracic Society, Centers
for Disease Control and Prevention and the Infectious Diseases Society: American
Thoracic Society/Centers for Disease Control and Prevention/Infectious Diseases
Society of America; treatment of tuberculosis Am J Respir Crit Care Med 2003;
167:603–662
10.World Health Organization, Stop TB Department. Treatment of tuberculosis:
guidelines for national programmes. 3rd ed.Geneva, Switzerland: World Health
Organization, 2003.
11. Bastian I, Rigouts L, Van Deun A, et al. Directly observed treatment, short-course
strategy and multidrug-resistant tuberculosis: are any modifications required? Bull
World Health Organ 2000; 78:238–251
12.Chen X, Zhao F, Duanmu H et al. The DOTS strategy in China: results and lessons
after 10 years. Bulletin of the World Health Organization 2002;80:430-436.
13.Sharma SK, Liu JJ. Progress of directly observed treatment, short-course (DOTS) in
global TB control. Lancet 2006;367:951–952
14.Leimane V, Riekstina V, Holtz TH, et al. Clinical outcome of individualised treatment
of multidrug-resistant tuberculosis in Latvia: a retrospective cohort study. Lancet 2005;
365:318–326
15.Nathanson E, Gupta R, Huamani P, et al. Adverse events in the treatment of
multidrug-resistant tuberculosis: results from the DOTS-Plus initiative. Int J Tuberc
Lung Dis 2004;8:1382–1384
16.Granich R, Binkin NJ, Jarvis WR, et al. Guidelines for the prevention of tuberculosis
in health care facilities in resourcelimited settings. Geneva, Switzerland: World Health
Organization,1999
17.Jensen PA, Lambert LA, Iademarco MF, et al. Guidelines for preventing the
transmission of Mycobacterium tuberculosis in health-care settings, 2005. MMWR
Recomm Rep 2005;54:1–141.


Dr.Yusrizal Djam’an Saleh SpP.FCCP

Saturday, August 15, 2009

RUAM POPOK

Diaper Rash

What does diaper rash look like?
Diaper rash usually causes mild redness and scaling where the diaper touches your baby's skin. In bad cases, the rash can cause pimples, blisters and other sores. If your baby's rash gets infected, the rash may be bright red and the skin may be swollen. Small red patches or spots may spread beyond the main part of the rash, even outside the diaper area.

What causes diaper rash?
Most diaper rashes are caused by skin irritation. Irritation can be caused by diapers that rub against the skin or fit too tightly. Irritation can also occur if your baby is left in a wet or dirty diaper for a long period of time. Your baby's skin can also be irritated by the soap used to wash cloth diapers, or by some brands of disposable diapers or baby wipes.

Plastic pants that fit over diapers raise the temperature and moisture in the diaper area. Heat and moisture make it easier for diaper rash to start and for germs to grow.

Diaper rash can also develop while the baby is on antibiotics (or if the mother is on antibiotics while breastfeeding).
How is diaper rash prevented and treated?
The key to preventing and treating diaper rash is to keep your baby's diaper area clean, cool and dry.

Change your baby's diaper often, and let him or her go without a diaper when possible to let the air dry his or her skin.

Try placing your baby on an open cloth diaper during nap time. Check the diaper shortly after your baby falls asleep and replace it if it's wet. Babies often urinate right after falling asleep.

See the box below for tips on preventing and treating diaper rash. If these things don't work, talk to your doctor.

Don't use creams that contain boric acid, camphor, phenol, methyl salicylate or compound of benzoin tincture. These things can be harmful.
Tips on preventing and treating diaper rash
•Check your baby's diaper often and change it as soon as it's wet or soiled.
•Carefully clean your baby's bottom between diaper changes. Use plain warm (not hot) water with or without a very mild soap.
•Allow your baby's skin to dry completely before putting on another diaper.
•Avoid baby wipes that are scented or contain alcohol.
•Use products that contain zinc oxide ointment (such as Desitin Ointment) or petroleum (such as Vaseline) to protect your baby's skin from moisture.
•Avoid using plastic pants or diapers with plastic edges.
•After bathing, pat your baby's bottom dry with a towel rather than scrubbing it. Scrubbing can irritate your baby's sensitive skin.
•If diaper rash persists, change the type of wipes, diapers or soap you're using.
What if my baby has an infection?
If your baby also has an infection with the rash, the rash may not get better by following these tips alone. Your doctor might give you a prescription for a special antifungal cream to use on your baby's rash.
What about powder?
Talcum powder and cornstarch aren't recommended. Talcum powder can get in your baby's lungs. Cornstarch may make a diaper rash caused by a yeast infection worse.
Should I use cloth or disposable diapers?
The choice is up to you. Some research suggests that because disposable diapers are more absorbent they keep babies drier.

If you use cloth diapers and wash them at home, boil them for 15 minutes on the stove after washing them to kill germs and remove soap that could irritate your baby's skin.

But remember that the most important thing about diapers is to change them often.
Call your doctor if:
•The diaper rash occurs in the first 6 weeks of life
•Pimples and small ulcers form
•Your baby has a fever
•Your baby loses weight or isn't eating as well as usual
•Large bumps or nodules appear
•The rash spreads to other areas, such as the arms, face or scalp
•The rash doesn't get better after trying the tips on treating diaper rash for 1 week


familydoctor copy

Friday, August 14, 2009

TB dan HIV

TB - HIV

M. Syahril Mansyur*, Agus Suharto*, Riana Sari*
*Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta



PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia dan lebih banyak terjadi di negara berkembang. Diperkirakan 8 juta kasus TB terjadi setiap tahun yang dua pertiganya di Asia dan Pasifik. Menurut data regional World Health Organization (WHO) jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia tertinggi di dunia setelah India dan Cina. Masalah kesehatan tersebut semakin bertambah kompleks akibat komplikasi infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Human immunodeficiency virus (HIV) tidak hanya mempersulit diagnosis TB tetapi juga meningkatkan insidensi TB.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2007 menunjukan, terdapat 33,2 juta orang di dunia yang hidup dengan HIV. Pada tahun ini saja telah terjadi 2,1 juta kematian akibat AIDS, dan 2,5 juta kasus HIV baru. Di banyak wilayah di dunia, infeksi baru HIV terkonsentrasi pada kelompok umur dewasa muda (15-24 tahun). Di Asia jumlah penderita HIV meningkat lebih dari 150%. Indonesia adalah negara di Asia dengan pertumbuhan epidemi HIV tercepat. Hingga September 2007 di Indonesia tercatat sekitar 170.000 orang yang terinfeksi HIV. Jika pada tahun 1988 tidak tercatat adanya infeksi yang terdeteksi pada pengguna napza suntik, maka pada tahun 2006, dalam survei yang dilakukan Departemen Kesahatan RI, terdapat 1517 pengguna napza suntik terinfeksi oleh HIV. Dari studi-studi yang dilakukan, tercatat bahwa pengguna napza suntik memiliki kebiasaan berisiko tinggi seperti menggunakan peralatan yang tidak steril dan melakukan hubungan seks tanpa perlindungan dengan beberapa pasangan. Pola penyebaran umumnya melalui napza suntik (54,67%), hubungan heteroseksual (40,43%), dan perinatal (2,59%).
Ko-infeksi TB/HIV saat ini menjadi salah satu kendala besar dalam upaya penanggulangan kedua penyakit tersebut. TB merupakan penyebab utama kematian pada orang dengan HIV, dan sebaliknya infeksi HIV menjadi faktor risiko terbesar dalam konversi kasus TB laten menjadi TB aktif. Pada tahun 2006, diperkirakan 709.000 (8%) dari 9,2 juta kasus TB baru adalah penderita HIV dan 200.000 (12%) kematian dari 1,7 juta kematian karena TB terjadi pada penderita HIV. Ko-infeksi TB/HIV merupakan masalah besar yang harus dihadapi negara-negara di seluruh dunia. Sekitar 50% ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) menderita TB, dan sekitar 40 juta orang di dunia terkena ko-infeksi TB/HIV. Di Asia Tenggara sendiri diperkirakan hampir 6 juta ODHA dewasa berpotensi mengalami koinfeksi dengan TB.


IMUNOPATOGENESIS KOINFEKSI TB DAN HIV/AIDS

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus (HIV) yang terdiri atas HIV-1 dan HIV-2. AIDS paling banyak disebabkan oleh HIV-1. HIV menginfeksi sel limfosit CD4 yang berperan dalam sistem imunitas. Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M. Tb). Infeksi dimulai dengan inhalasi droplet nuklei yang mengandung M. Tb yang tidak dapat ditangkap oleh sistem pertahanan mukosilier bronkus dan masuk ke alveoli. Di dalam alveoli kuman ditangkap makrofag alveoli, kuman akan bermultiplikasi hingga mencapai jumlah tertentu yang akan mengaktivasi sel limfosit T. Antigen kuman dipresentasikan oleh Major histocompatibility complex class I (MHC I) ke sel CD8 dan oleh MHC II ke sel CD4. Sel CD4 terdiri atas Th1 dan Th2 yang masing-masing menghasilkan sitokin yang berperan dalam sistem imunitas. Respon imunitas pada infeksi M. Tb meliputi cell mediated immunity (CMI) dan delayed type hypersensitivity (DTH), kedua respon imunitas tersebut bertujuan untuk melokalisisr infeksi dan membunuh M. Tb.
Pada individu normal terjadi keseimbangan yang rentan antara imunitas host dan M. Tb. Sel CD4 dan makrofag sangat berperan dalam respon imunitas terhadap M. Tb. Infeksi HIV menyebabkan depresi dan disfungsi progresif sel CD4 dan defek pada fungsi makrofag. Akibatnya pasien HIV mempunyai risiko tinggi untuk reaktivasi TB laten menjadi TB aktif dan peningkatan risiko terinfeksi baru TB. Pada infeksi HIV lanjut kadar CD4 sangat rendah sehingga terjadi gangguan respon imunitas baik CMI dan DTH, akibatnya replikasi M. Tb meluas tanpa disertai pembentukan granuloma, nekrosis perkejuan maupun kavitas. Ini menyebabkan diagnosis TB lebih sulit karena gambaran radiologisnya tidak seperti umumnya penderita TB tanpa HIV. TB diseminata atau TB ekstra paru sering terjadi tetapi kelainan TB paru masih merupakan kelainan TB yang lebih sering terjadi. Status HIV negatif meningkatkan risiko berkembangnya TB 5-10%, sedangkan status HIV positif meningkatkan risiko berkembangnya TB 50%. Dibandingkan individu yang tidak terinfeksi HIV, individu dengan HIV mempunyai risiko 10 kali lebih besar untuk berkembangnya TB.


DIAGNOSIS TUBERKULOSIS KOINFEKSI HIV/AIDS

Penegakan diagnosis TB koinfeksi HIV/AIDS pada prinsipnya sama dengan pasien TB tanpa HIV/AIDS hanya saja perlu mendapat perhatian khusus untuk pemeriksaan HIV/AIDS. Untuk menegakkan diagnosis TB koinfeksi HIV/AIDS diperlukan langkah-langkah berupa anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala respiratorius dan gejala sistemik. Gejala respiratorius meliputi batuk ≥ 2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada. Gejala respiratorius ini bervariasi tergantung dari luas lesi. Gejala sistemik TB yaitu demam hilang timbul, malaise, keringat malam hari, anoreksia dan berat badan menurun. Baik gejala respiratorius dan sistemik TB dapat ditemukan pada penyakit lain, untuk itu diperlukan pemeriksaan lanjutan.
Penderita yang dicurigai terinfeksi HIV/AIDS selain anamnesis tentang gejala yang berhubungan dengan infeksi HIV seperti demam lebih dari 1 bulan, berat badan turun, diare lebih dari 1 bulan juga harus ditanyakan tentang faktor risiko HIV/AIDS antara lain riwayat pengguna jarum suntik, narkoba, riwayat suka berganti pasangan, riwayat transfusi, riwayat pekerjaan sebagai pekerja seks.

Pemeriksaan fisis
Perlu dicatat keadaan umum, kesadaran dan status gizi pasien. Hasil pemeriksaan paru tergantung luas kelainan paru. Perlu diperiksa ada tidaknya pembesaran getah bening, keadaan mulut dan gigi juga perlu diteliti apakah ada selaput putih, ulkus (kandidiasis) atau bercak berwarna keunguan akibat sarkoma kaposi serta tanda kaku kuduk yang dicurigai meningitis. Keadaan lengan dan tungkai juga perlu diperiksa apakah ada tanda-tanda bekas jarum suntik, bercak-bercak atau ulkus di kulit akibat sarkoma kaposi. Tabel berikut menampilkan sistem penderajatan klinis infeksi HIV pada orang dewasa, menurut WHO.

Sebagai surveilans kasus HIV/ AIDS bila ditemukan 2 tanda mayor dan minimal 1 tanda minor :
Tanda mayor
1. Penurunan berat badan > 10%
2. Diare kronik > 1 bulan
3. Demam lama > 1 bulan
Tanda minor
1. Batuk persisten > 1 bulan
2. dermatitis pruritik generalisata
3. Riwayat herpes zoster
4. Kandidiasisorofaringeal
5. Infeksi herpes simpleks diseminata atau progresif kronik
6. limfadenopati generalisata
Ditemukannya sarkoma kaposi generalisata atau meningitis kriptokokal cukup untuk mendefinisikan kasus AIDS.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan bakteriologi
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan M. Tb pada pemeriksaan sediaan langsung dan atau biakan dahak. Pemeriksaan dahak idealnya dilakukan 3 kali SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu).
2. Pemeriksaan radiologi
Gambaran TB pada infeksi HIV dini antara lain ditemukan infiltrat di lobus atas, kavitas atau efusi pleura unilateral. Pada infeksi HIV lanjut ditemukan gambaran atipik yaitu infiltrat di lobus bawah, milier, infiltrat di daerah hilus, pembesaran (adenopati) hilus atau paratrakeal.
3. Pemeriksaan penunjang lain
a. Uji tuberkulin
Menggunakan standar tuberkulin 1:10.000/5 TU PPD-S intrakutan yang dibaca 48-72 jam dengan indurasi > 5 mm. Uji tuberkulin negatif belum dapat menyingkirkan TB. False negatif pada pemeriksaan uji tuberkulin sering ditemukan pada pasien HIV dan kejadiannya meningkat sebanding dengan peningkatan imunosupresi.
b. Kultur/ biakan bakteri M tb
Dianjurkan bila fasilitas memungkinkan spesimen diperiksa.
c. Analisis cairan pleura
d. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi
e. Uji serologi (ELISA) untuk mengetahui ada tidaknya infeksi HIV
f. Hitung limfosit CD4
Jumlah CD4 mencerminkan status imunitas pasien. Penderita HIV/AIDS perlu diperiksa jumlah CD4 karena infeksi HIV menyerang sistem ini. Hasil pemeriksaan jumlah CD4 berguna untuk menentukan pengobatan TB-HIV/AIDS selanjutnya.

Pasien TB yang perlu dilakukan pemeriksaan HIV adalah pasien yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi HIV, hasil pengobatan OAT yang tidak memuaskan (contoh: TB kronik), multi drug resistance (MDR) TB. Demikian juga bila di fasilitas kesehatan menemukan pasien terinfeksi HIV/AIDS perlu dibuktikan ada tidaknya TB paru. Dengan adanya kerjasama yang baik antara program TB dan program HIV/AIDS dapat menurunkan beban pasien TB-HIV/AIDS. Setiap pemeriksaan HIV harus disertai konseling sebelum dan sesudah pemeriksaan, oleh karena itu diperlukan VCT ( Voluntary Counselling Test ) dan PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) di setiap pelayanan kesehatan.


PENGOBATAN TUBERKULOSIS KOINFEKSI HIV/AIDS

Tata laksana pengobatan pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya (tabel 3). Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB tanpa HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB dengan menggunakan kombinasi beberapa jenis obat, dosis yang tepat serta dalam jangka waktu yang tepat. Pengobatan anti retroviral (ARV) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV dengan memperhatikan jumlah limfosit CD4 sesuai dengan standar WHO serta kemampuan ekonomi pasien karena obat ini diberikan jangka panjang (tabel 4). Penggunaan suntikan streptomisin harus memperhatikan prinsip-prinsip kewaspadaan-keamanan universal. Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu unit pelayanan kesehatan (UPK) untuk menjaga kepatuhan pengobatan.

KESIMPULAN

1. Ko-infeksi TB/HIV menjadi salah satu kendala besar dalam upaya penanggulangan kedua penyakit tersebut.
2. Infeksi HIV menyebabkan depresi dan disfungsi progresif sel CD4 dan defek pada fungsi makrofag.
3. Pasien HIV mempunyai risiko tinggi untuk reaktivasi TB laten menjadi TB aktif dan peningkatan risiko terinfeksi baru TB.
4. Diagnosis TB pada individu dengan HIV/AIDS lebih sulit karena gambaran radiologisnya tidak seperti umumnya penderita TB tanpa HIV.
5. Pengobatan pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya.
6. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB dengan menggunakan kombinasi beberapa jenis obat, dosis yang tepat serta dalam jangka waktu yang tepat.
7. Pengobatan anti retroviral (ARV) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV dengan memperhatikan jumlah limfosit CD4 sesuai dengan standar WHO serta kemampuan ekonomi pasien karena obat ini diberikan jangka panjang.
8. Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu unit pelayanan kesehatan (UPK) untuk menjaga kepatuhan pengobatan.


DAFTAR PUSTAKA

1. WHO Report 2003. Global Tuberculosis Control. Surveillance, Planning, Financing. Available at: http//www.who.int/ tb/publications/globrep02/index.html. WHO/CDS/TB/2002.245. Accessed on January 24th, 2004.
2. Nurain JP, Ru Lo Y. Epidemiology of HIV TB in Asia. Indian J Med Res 2004; 277-89.
3. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006.
4. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, eds 2. Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008.
5. AIDS epidemic update: December 2002, Geneva, Joint United Nations Programme on HIV/AIDS, (UNAIDS) and World Health Organization; 2002.
6. Pedoman Nasional Kebijakan Kolaborasi TB/HIV, eds 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.
7. WHO. TB/HIV a clinical manual. WHO library cataloging in publication data. 2004.
8. UNAIDS/WHO policy statement on HIV testing. June 2004.

Thursday, August 13, 2009

INFEKSI NOSOKOMIAL

INFEKSI NOSOKOMIAL
Rata Penuh
I. BATASAN UMUM.
Infeksi nosokomial atau infeksi rumah sakit adalah infeksi yang didapat seseorang penderita selama dirawat di Rumah Sakit.

1. Suatu infeksi dikatakan didapat di Rumah Sakit apabila :
a. Pada waktu penderita mulai dirawat di Rumah Sakit tidak didapat tanda-tanda Klinik dari
infeksi tersebut.
b. Pada waktu penderita mulai dirawat di Rumah Sakit tidak sedang dalam masa inkubasi
dari infeksi tersebut.
c. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam
sejak mulai perawatan.
d. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa ( residual ) dari infeksi sebelumnya.
e. Bila saat mulai dirawat di Rumah Sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi
tersebut didapat penderita ketika dirawat di Rumah Sakit yang sama pada waktu yang lalu,
serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

CATATAN :
A. Bila tanda-tanda infeksi sudah timbul pada masa kurang dari 3 x 24 jam sejak mulai perawatan, tergantung masa inkubasi dari masing-masing jenis infeksi.
B. Untuk penderita yang setelah keluar dari Rumah Sakit kemudian timbul tanda - tanda infeksi, baru dapat digolongkan sebagai infeksi nosokomial apabila infeksi tersebut dapat dibuktikan berasal dari Rumah Sakit.
C. Tidak termasuk infeksi nosokomial ialah :
- Keracunan makanan yang tidak disebabkan oleh produk bakteri.

2. Infeksi nosokomial dapat terjadi karena adanya :
a. Infeksi Silang : yaitu infeksi yang disebabkan kuman yang didapat dari orang / penderita lain di Rumah Sakit.
b. Infeksi Lingkungan : yaitu infeksi yang disebabkan kuman yang didapat dari bahan / benda tak bernyawa di lingkungan Rumah Sakit.
c. Infeksi Sendiri : yaitu infeksi yang disebabkan kuman yang berasal dari penderita sendiri.
3. Sebagai sumber infeksi dapat berupa :
a. Benda yang bernyawa, misalnya : manusia atau binatang.
b. Benda tak bernyawa, misalnya : benda atau bahan dilingkungan kita. Dapat berupa udara, debu, cairan yang telah terkontaminasi.

II. BATASAN KHUSUS
1. Bakteremia

a. Batasan Klinik Bakteremia
1. Demam yang mencapai 38,5 C atau lebih yang bertahan selama minimal 24 jam, atau yang berulang paling sedikit 4 (empat) kali dalam 24 jam dengan. atau tanpa pemberian obat antipiretika. Suhu badan diukur secara aksiler selama 5 (lima) menit diulang tiap 3 jam.
2. Apabila penderita menunjukkan gejala sepsis dengan atau tanpa tanda-tanda renjatan (shock), suhu tubuh diukur secara oral atau rektal.

Khusus Neonatus batasan klinik bakteremia dipakai kriteria :
1. Keadaan umum menurun : menurun (no doing well), malas minum (poor feeding), hipotermia, sklerema.
2. Pembuluh darah : takikardia (lebih dari 60 /m), sirkulasi perifer jelek sampai timbul renjatan.
3. Saluran cerna : retensi lambung, hepatomegali, mencret, muntah.
4. Saluran nafas : bernafas tak teratur, sesak nafas, asnea, serangan sianosis, takipnea ( > 60/m).
5. Sistim saraf pusat : hipertoni otot, iritable, kejang, letargi.
6. Manifestasi hematologi : pucat, kuning, splenomegali, perdarahan. Dianggap klinik positif bila terdapat minimum 3 dari 6 kelompok gejala tersebut di atas.

b. Batasan Laboratorik Bakteremia.
Ditemukan kuman pada biakan darah penderita yang diambil dengan cara sebagai berikut :
1. Darah diambil dengan memakai semprit 10 cc yang kering dan steril, dimasukkan pada dua media angkut, masing-masing 5 cc dan segera kirim ke laboratorium untuk dilakukan pembiakkan.
2. Bila pengambilan contoh darah telah dilakukan tetapi pengiriman / pembiakan tidak dapat segera dikerjakan, maka contoh darah dapat disimpan dalam inkubator pada suhu 37 C, atau pada suhu ruanganselama tidak lebih dari 24 jam, sebelum dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi.

Ditemukan kuman pada biakan ujung kateter pembuluh darah.
Cara pengambilan bahan untuk biakan kuman dari kateter adalah sebagai berikut :
- Sebelum kateter pembuluh darah dilepas, dilakukan desinfeksi pada kulit disekitarnya.
- Setelah kateter dilepas, ujung kateter dipotong ( dengan menggunakan gunting steril ) sepanjang 1 cm dari ujung, bagi kateter pada pembuluh darah parifer, atau sepanjang 5 cm dari ujung, bagi kateter pada pembuluh darah sentral dan langsung dimasukkan pada media angkut.
- Syarat-syarat lain seperti pada pengambilan darah diatas.

C. Batasan Klinik Bakteremia Nosokomial.
Bakteremia digolongkan pada Bakteremia Nosokomial, apabila :
Bakteremia tersebut terjadi setelah tindakan invasif (instrumentasi) yang dilakukan di rumah sakit antara lain :
- Transfusi darah / pemberian cairan parenteral.
- Pungsi lumbal.
- Pungsi sumsum tulang
- Katerisasi buli-buli / vena
- Intubasi endotrakeal / pemasangan respirator
- Biopsi
- Tindakan bedah
- Endoskopi
- Dan lain-lain
2. Bakteremia yang baru terjadi sesudah penderita dirawat di rumah sakit se-
lama 3 x 24 jam atau lebih (lihat batasan umum 1.1. 4 s/d 5 ).
3. Khusus untuk neonatus :
a. Bila 3 hari, pada partus pertama.
b. Bila 5 hari, pada partus patologik
c. Bila didapatkan adanya port d’entree yang jelas merahnya luka bekas
infus, luka bekas tusukan jarum, luka bekas forseps, vacum dan lain-lain.
Catatan :
Diagnosis bakteremia sebaiknya didasarkan atas data klinik dan data labora-
torik (Mikrobiologi

2. Infeksi Saluran Kemih.
2.1. Batasan Klinik.
Seorang penderita dikatakan mendapat infeksi saluran kemih bila didapatkan tanda-tanda berikut ini :
A. Dewasa :
1. Keluhan Saluran Kemih.
- Nyeri pinggang
- Menggigil
- Disuria
- Nyeri suprasimfisis
2. Urine keruh (piuria)
3. Dapat disertai tanda klinik bakteremia (lihat batasan bakteremia).
B. Anak :
1. Neonatus :
- malas dan tidak mau minum.
- berat badan tidak mau naik.
- tumpah dan diare
- tanda-tanda bakteremia lain
2. Anak :
- berat badan tidak mau naik
- nyeri perut
- panas
- polakisuria
- disuria
- air kemih berbau
- enuresis

2.2. Batasan Laboratorik.
1. Piuria
Lekosit > 10 per lapangan pandang
2. Bakteriuria :
- Bila urine diambil dengan kateter : pada biakan tumbuh koloni kuman
sebanyak 10.000 atau lebih.
- Bila yang diambil urine porsi tengah : pada biakan tumbuh koloni kuman
sebanyak 100.000 atau lebih.
- Bila urine diambil dengan cara pungsi supra pubik pada biakan ditemu-
kan kuman. (tanpa syarat jumlah koloni kuman).

2.3. Infeksi Saluran Kemih Nosokomial.
Infeksi saluran kemih digolongkan pada infeksi Nosokomial apabila tanda-
tanda infeksi timbul setelah tindakan invasi / operatif pada tractus Genito
Urinarius di rumah sakit antara lain :
- Kateterisasi buli-buli.
Sistokopi, operasi endoskopi.
- Tindakan operatif pada vagina.
- Dan lain-lain.
Catatan :

A. Bakteriuria asimtomik : hanya ditemukan bakteriuria saja, tanpa disertai
adanya keluhan serta gejala lain dari saluran kemih.
B. Infeksi Saluran Kemih :
a. Klinik
b. Klinik dan Laboratorik
c. Laboratorik : piuria dan bakteriuria.
C. Pada penderita yang waktu MRS sudah dengan infeksi saluran kemih,
maka baru dianggap infeksi, bila ditemukan kuman penyebab yang berbeda dengan kuman penyebab yang ditemukan pada waktu penderita masuk Rumah Sakit.

3. Infeksi Pada Luka Operasi.
Untuk menentukan adanya infeksi nosokomial pada suatu luka operasi, di per-
lukan keterangan keadaan pra bedah dan keadaan selama operasi.
Tindakan operasi (pembedahan) dapat digolongkan :
a. Operasi bersih :
- Operasi pada keadaan pra bedah tanpa luka atau operasi melibatkan luka
yang steril dan dilakukan dengan memperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik
- Operasi yang tidak melibatkan gastrointestinal, genitourinarius, atau sistim
trakheobronkial, dimana tidak ada tanda-tanda kontaminasi dan tidak me-
nunjukkan suatu peradangan disekelilingnya.
b. Operasi bersih terkontaminasi.
- Operasi yang melibatkan ketiga sistem tersebut dimana kontaminasi dapat
terjadi tanpa terlihat, misalnya operasi pada lambung, kandung empedu,
appendiks tanpa perforasi dan genitourinarius yang tidak terinfeksi.
- Apabila dipasang drain.
c. Operasi terkontaminasi :
- Operasi pada daerah dimana pada keadaan normal didapat bakteri, mi-
salnya pengangkatan appendiks yang perforasi, eksplorasi pada ruda
paksa yang baru dan reseksi usus yang meradang.
- Pembedahan yang melibatkan daerah dengan luka 6 – 10 jam dengan
atau tanpa benda asing.
- Tindakan darurat yang mengabaikan prosedur aseptik dan antiseptik.
d. Operasi kotor beradang :
- Operasi pada jaringan yang mati, perforasi usus atau irisan pada jaringan
bersih untuk membuat drainage.
- Pembedahan yang melibatkan :
- Daerah dengan luka terbuka yang lebih dari 10 jam.
- Luka dengan tanda-tanda klinik infeksi.
- Luka dengan organ viscera.

3.1. Keadaan luka pasca bedah
Untuk menilai keadaan luka pasca bedah, dipakai batasan sebagai berikut :
a. Tidak infeksi, bila dari luka operasi sembuh perprimam.
b. Kemungkinan infeksi, bila dari luka operasi keluar cairan dan ada tanda-
tanda radang, tetapi pada pemeriksaan biakan kuman dari cairan serus ter-
sebut tidak didapatkan pertumbuhan kuman.
c. Infeksi, bila dari luka operasi keluar cairan serus dengan hasil biakan ku-
man yang positif, atau keluar pus dari luka operasi dengan atau tanpa di
buktikan oleh hasil pemeriksaan mikrobiologi.
3.2. Infeksi Nosokomial pada luka operasi.
Infeksi pada luka operasi belum tentu merupakan infeksi yang didapat di Rumah Sakit.
Infeksi pada luka operasi baru digolongkan pada infeksi Nosokomial bila keadaan pra bedah / selama pembedahan bersih atau bersih terkontaminasi (ad. 3.a atau 3.b.) dan kemudian pasca bedah terjadi infeksi pada luka operasi (ad. 3.1.a. dan atau 3.1.b.).
Catatan :
A. Abses Jahitan : yaitu bila setelah operasi pada jahitan terjadi abses dan bila
jahitan dilepas dalam 3 x 24 jam luka sembuh.
B. Kasus-kasus dengan dugaan infeksi / terkontaminasi waktu masuk Rumah
Sakit, dikategorikan dalam infeksi Nosokomial bila data memastikan,
yaitu pemeriksaan laboratorium mikrobiologi, dengan cara identifikasi
jenis kuman.
C. Pada luka operasi bersih, dapat terkena kontaminasi bakteri terutama
pada hari 4 – 6 dan bakteri masuk melalui lobang / jalan jahitan sedang
pada operasi dengan jahitan subkutikular luka segera tertutup dengan
pembentukan jaringan kologen. Sehingga setiap luka operasi di ruangan
dapat dianggap sebagai “hasil produksi” dikamar operasi.
D. Meskipun cukup banyak antibiotik baru yang ditemukan / dipasarkan,
yang melalui beberapa penelitian vivo maupaun vitro menunjukkan daya
bunuh yang tinggi tapi tetap tidak memaafkan tindakan pembedahan
yang tidak “benar” termasuk perawatan sebelum dan selama operasi.
4. Infeksi Saluran Nafas Bagian Bawah
4.1. Batasan Klinik Laboratorik.
Seorang penderita dikatakan menderita infeksi Saluran Nafas Bagian Bawah apabila didapatkan :
a. Demam 38,5 C
b. Lekositosis
c. Batuk-batuk dengan dahak purulen atau ada peningkatan produksi dahak
pada penderita yang sedang menderita penyakit baru.
d. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya ronkhi basah atau pada pe-
meriksaan fluoroskopi (sinar tembus) dada didapatkan infiltrat paru dan
disertai dengan salah satu gejala yang telah disebutkan diatas (a atau b
atau c atau dan).
4.2. Batasan Mikrobiologik
Didapatkan kuman pada pemeriksaan :
a. Dahak yang telah di screening
b. Dahak, cairan pleura, cairan cuci bronkus atau cairan yang didapat dari
aspirasi transtrakeal.
4.3. Khusus untuk anak.
4.3.1. Termasuk disini semua infeksi akut dari laring ke bawah.
Gejala-gejala :
Panas, batuk terutama bila berdahak nanah, sesak, nyeri dada di
sertai kelainan-kelainan fisik saluran pernafasan bagian bawah.
Pemeriksaan X-foto paru dan kultur dahak tidak mutlak perlu untuk
diagnosis.
Penyebab dapat virus dan bakteri.
4.3.2. Disebutkan infeksi Nosokomial bila timbul sekurang-kurangnya 3 x
24 jam sejak mulai dirawat di rumah sakit.
Banyak infeksi nosokomial disebabkan oleh hasil gram negatif,
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae dan fungus.
Untuk penyebab-penyebab tertentu perlu diteliti masa inkubasinya
sendiri-sendiri.
Catatan :
A. Semua infeksi saluran pernafasan akut yang terjadi pada neona -
tus di Ruang Bayi disebut infeksi nosokomial.
B. Super infeksi pada penderita yang masuk rumah sakit sudah
dengan infeksi saluran pernafasan hanya dapat dikatakan noso –
komial bila ditemukan kuman baru disamping kuman yang lama
dan didapatkan keadaan klinik yang berat.
4.3.3. Faktor-faktor predisposisi.
Neonatus, higieni gigi yang jelek, penyakit-penyakit yang berat,gizi buruk, lamanya dirawat di rumah sakit, anestesi umum, intubasi endotrakeal, trakeostomi, terapi inhalasi, dekompensasi kordis, terapi antibiotik, sitostatika dan kortikosteorid, penderita dengan defisiensi imunitas, over crowding.
Catatan :
A. Penyebab bertambahnya sumber infeksi di dalam ruangan :
- Adanya sitem rooming – instalasi radiologi.
- Pengunjung penderita yang berlebihan.
B. Para petugas ruangan bayi bila mulai menderita infeksi salu -
ran nafas akut dilarang masuk atau tugas du Ruang Bayi.

Saturday, August 8, 2009

BAYI TABUNG

Tahukah anda nama bayi tabung yang lahir pertama kali di dunia?
Nama bayi fenomenal itu adalah Louise Brown. Tapi setelah sekian lama, masalah legalitas bayi tabung masih menjadi perdebatan.
Teknik perkembang biakan berdasarkan pembuahan in-vitro ini ditanggapi beragam.
Sebenarnya proses bayi tabung ini berasal dari sel telur seorang wanita yang baru saja masak diambil, lalu di buahi oleh sperma di luar tubuh/rahim wanita tersebut.
Tepatnya di dalam sebuah cawan petri. Tapi orang lebih suka menyebutnya tabung, sehingga jadi bayi tabung bukan bayi cawan petri.
Setelah terjadi pembuahan, lalu di masukkan kembali kedalam rahim untuk menempel, tumbuh dan berkembang.

kHUSUS DI INDONESIA
MUI telah mengeluarkan fatwa bahwa bayi tabung boleh dilakukan, karena termasuk dalam hukum ikhtiar dari suami-istri sah untuk mendapat keturunannya.
Syarat utama adalah ovum/sel telur dan sperma harus berasal dari suami istri sah dan masih rukun. Kedua, setelah terjadi pembuahan, embrio harus ditanam dalam rahin istri sah bukan menyewa rahim wanita lain.
jika ini dilanggar maka hukumnya adalah haran dan zina.

MASALAH BARU
Dalam perkembangannya, janin yang ditanam dalam rahim bisa lebih dari satu. Di Amerika ada yang mmelahirkan 8 anak. Kasus inilah yang ditentang oleh ilmuwan, karena membahayakan keselamatan ibu dan juga janin. Jumlah janin lebih dari satu akan menyebabkan resiko preeklamsi, eklamsi, prematuritas dan keselamatan ibu. Jumlah embrio yangbdirekomendasikan adalah 1 sampai 3 saja, dengan pertimbangan resiko gagal implantasi. Jika yakin berhasil maka cukup satu saja yang ditanam.